Jebakan NDA untuk Designer

Dan bagaimana cara menghindarinya

Ervan M Wirawan
3 min readMar 4, 2021

01:23 AM — Andi menghela nafas panjang, menyandarkan bahunya di sandaran kursi. Gelas kopi ketiga malam itu pun selesai diteguk. Sembari menjulurkan kedua tanganya ke atas mencoba untuk menarik tulang belakangnya agar kembali ke postur semula, lebam di mata akibat paparan monitor pun mulai tergantikan dengan semburat senyuman, karena telah usai mempersiapkan semua aset desain dan dokumentasi untuk projek yang dikerjakan.

“3 Bulan projek akhirnya kelar juga cuyyy!!!” terikanya dalam hati sembari mengingat perdebatan panjang dengan tim bisnis tentang target GDV dan kebutuhan user, membuat kesimpulan dari Usability Testing, Merancang User Journey dan ribetnya fitur auto-layout dari si Figma.

Semburat senyuman yang tadi terkesan malu, sekarang sudah menjadi senyuman lebar bersamaan imajinasi yang membayangkan betapa kerennya projek ini di portfolio-nya nanti.. likes, views dan claps datang berbondong-bondong. Sejurus kemudian datang secuil ingatan 4 bulan sebelumnya yang mengubah senyuman lebar tadi, mbecucu dan mbesungut kini bibir Andi teringat akan NDA yang ditandatangani-nya.

Tau ngak sih sebenernya yang kita sebut NDA atau Non-Disclosure Agreement itu bukan suatu kryptonite untuk designer? Hanya karena kamu sudah menandatangani NDA, bukan berarti kamu tidak bisa menggunakan project yang telah kamu kerjakan ke dalam portfolio.

Masih banyak temen-temen yang mata pencahariannya dari pekerjaan lepas atau projekan belum tau kalau NDA itu sebenernya bisa kita negosiasikan dengan klien. Sama halnya dengan Perjanjian Kerja, ataupun dokumen legal lainya, bisa kita cari titik tengah dan sepakati dengan klien tentang ketentuan-ketentuanya.

Seperti…

Yang pertama mungkin bisa kita mulai dari Batas Waktu, apabila dalam NDA yang diberikan klien ke kalian tidak menjelaskan tentang batas waktu berapa lama durasi NDA itu akan berlaku, maka kalian boleh menanyakan dan meminta untuk penambahan ketentuan tersebut sebelum ditanda-tangani.

Karena kalau ngak ada , bisa aja NDA tersebut dianggap akan valid seumur hidup, sedangkan ego kita sebagai designer kan selalu pingin flexin’ hasil kerjaan dan mendapatkan afirmasi, ye gak?

💡Umumnya durasi kurang lebih 1 Tahun.

Photo by Scott Graham on Unsplash

Klausa lainya tentang Public Domain, kita nge-design app atau website kan tujuannya untuk dipakai user dari klien, sebagian mungkin semacam internal tools yang ngak akan jadi public domain, tp klo project yang ada potensi untuk dirilis ke umum, biasanya ditambahkan ketentuan yang menjelaskan apabila pekerjaan sudah menjadi public domain. Maksudnya gini semua data atau informasi yang diberikan atau dihasilkan dalam perjanjian, apabila masyarakat umum sudah bisa mengaksesnya (app atau websitenya sudah dirilis) maka data dan informasi terkait yang sudah direlease ke publik sudah tidak terikat oleh NDA lagi.

Sebagai pihak yang melakukan pekerjaan km bisa meminta untuk melampirkan ketentuan tersebut didalam perjanjian NDAmu dengan klien.

Selanjutnya tentang Ketentuan penggunaan untuk kegiatan promosi atau personal portfolio yang tertutup, misal ketentuan untuk digunakan di dalam resume dan portfolio guna kebutuhan melamar pekerjaan. Kalapun nggak bisa di publish di dribbble, at least kalo kamu ada ketentuan tentang ini, masih bisa dimasukan kedalam portfolio untuk kamu melamar kerja dikemudian hari.

Kalo emang bener-bener-bener-bener si klien enggak mau sama sekali memberikan fasilitas tersebut di dalam NDA, kalian sangat diperbolehkan untuk naikin harga dari yang sudah disepakati di awal, dengan alasan untuk ngecover potensi kerugian di masa mendatang.

Kalau di uxmarker, setiap klien yang masuk selalu kita todong dengan NDA yang kita buat sendiri, dimana sudah dikonsultasikan dengan konsultan hukum. Sehingga kita mempunyai kekuatan yang lebih untuk mengatur penggunaanya.

Jangan lupa siapkan 2 bahasa kalau kalian sering ngerjain projek dari luar.

--

--

Ervan M Wirawan

Design & Strategy — Designing Experience that Matters